Gangguan Kesehatan Akibat Suhu Tubuh

Perubahan suhu tubuh di luar rentang normal dapat mempengaruhi set point hipotalamus. Perubahan ini dapat berhubungan dengan produksi panas yang berlebihan, pengeluaran panas yang berlebihan, produksi panas minimal. Pengeluaran panas minimal atau setiap gabungan dari perubahan tersebut. Sifat perubahan tersebut mempengaruhi masalah klinis yang dialami klien.

Demam

Demam dapat terjadi karena mekanisme pengeluaran panas tidak mampu untuk mempertahankan kecepatan pengeluaran kelebihan produksi panas, yang mengakibatkan peningkatan suhu tubuh abnormal. Demam biasanya tidak berbahaya jika berada pada suhu di bawah 39°C. Davis dan Lentz (1989) merekomendasikan untuk menentukan demam berdasarkan beberapa pembacaan suhu dalam waktu yang berbeda pada satu hari dibandingkan dengan suhu normal orang tersebut pada waktu yang sama, di samping terhadap tanda vital dan gejala infeksi.

Pirogen seperti bakteri dan virus menyebabkan peningkatan suhu tubuh. Saat bakteri dan virus tersebut masuk ke dalam tubuh, pirogen bekerja sebagai antigen akan mempengaruhi system imun. Oleh karena itu, sel darah putih diproduksi lebih banyak lagi untuk meningkatkan pertahanan tubuh melawan infeksi. Selain itu juag, substansi sejenis hormone dilepaskan untuk selanjutnya mempertahankan melawan infeksi. Substansi ini juga mencetuskan hipotalamus untuk mencapai set point.

Untuk mencapai set point baru yang lebih tinggi tubuh memproduksi dan menghemat panas. Dibutuhkan beberapa jam untuk mencapai set point baru dari suhu tubuh. Selama periode ini, orang tersebut menggigil, gemetar dan merasa kedinginan, meskipun suhu tubuh meningkat. Fase menggigil berakhir ketika set point baru yaitu suhu yang lebih tinggi tercapai. Selama fase berikutnya, masa stabil, menggigil hilang dan pasien meras hangat dan kering. Jika set point baru telah “melampaui batas”, atau pirogen telah dihilangkan, terjadi fase ketiga episode febris. Set point hipotalamus turun, menimbulkan respons pengeluaran-panas. Kulit menjadi hangat dan kemerahan karena vasodilatasi. Diaforesis membantu evaporasi pengeluaran panas. Ketika demam “berhenti” klien menjadi afebris.

Demam merupakan mekanisme pertahanan yang penting. Peningkatan ringan suhu sampai 39°C meningkatkan system imun tubuh. Selama episode febris, produksi sel darah putih distimulasi. Suhu yang meningkat menurunkan konsentrasi zat besi dalam plasma darah, menekan pertumbuhan bakteri. Demam juga bertarung dengan infeksi karena virus menstimulasi interferon (substansi yang bersifat melawan virus). Pola demam berbeda bergantung pada pirogen. Peningkatan dan penurunan jumlah pirogen berakibat puncak demam dan turun dalam waktu yang berbeda. Durasi dan derajat demam bergantung pada kekuatan pirogen dan kemampuan individu untuk merespons.

Selama demam, metabolisme meningkat dan konsumsi oksigen bertambah. Metabolisme tubuh meningkat 7% untuk setiap derajat kenaikan suhu. Fekuensi jantung dan pernapasan meningkat untuk memenuhi kebutuhan metabolic tubuh terhadap nutrient. Metabolisme yang meningkat menggunakan energi yang memproduksi panas tambahan.

Jika klien memiliki masalah jantung atau saluran pernapasan, stress karena demam dapat menjadi besar. Demam yang lama dapat melelahkan klien dengan menghabiskan simpanan energi. Peningkatan metabolisme membutuhkan tambahan oksigen. Jika kebutuhan oksigen tidak terpenuhi, terjadi hipoksia selular (oksigen tidak adekuat). Hipoksiamiokard mengakibatkan angina (nyeri dada). Hipoksia serebral mengakibatkan konvusi.

Intervensi selama demam termasuk terapi oksigen. Mekanisme regulasi digunakan untuk mengatasi demam yang membuat klien beresiko kekurangan volume cairan. Kehilangan air melalui peningkatan pernapasan dan diaforesis dapat menjadi berlebihan. Dehidrasi dapat menjadi masalah serius pada lansia dan anak-anak yang berat badannya rendah. Mempertahankan keadaan volume cairan yang optimum merupakan tindakan keperawatan yang penting.

Kelelahan Akibat Panas

Kelelahan akibat panas terjadi bila diaforesis yang banyak mengakibatkan kehilangan cairan dan elektrolit secara berlebihan. Disebabkan oleh lingkungan yang terpajan panas. Tanda dan gejala kurang volume cairan adalah hal yang umum selama kelelahan akibat panas. Tindakan pertama yaitu memindahkan klien ke lingkungan yang lebih dingin serta memperbaiki keseimbangan cairan dan elektrolit.

Hipertermia

Peningkatan suhu tubuh sehubungan dengan ketidakmampuan tubuh untuk  meningkatkan pengeluaran panas atau menurunkan produksi panas adalah hipertermia. Setiap penyakit atau trauma pada hipotalamus dapat mempengaruhi mekanisme pengeluaran panas. Hipertermia malignan adalah kondisi bawaan tidak dapat mengontrol produksi panas, yang terjadi ketika orang yang rentan menggunakan obat-obatan anastetik tertentu.

Heat Stroke

Pajanan yang lama terhadap sinar matahari atau lingkungan dengan suhu tinggi dapat mempengaruhi mekanisme pengeluaran panas. Kondisi ini disebut heat stroke, kedaruratan yang berbahaya panas dengan angka mortalitas yang tinggi. Klien beresiko termasuk yang masih sangat muda atau sangat tua, yang memiliki penyakit kardiovaskular, hipotiroidisme, diabetes atau alkoholik. Yang termasuk beresiko adalah orang yang mengkonsumsi obat yang menurunkan kemampuan tubuh untuk mengeluarkan panas (mis. fenotiazin, antikolinergik, diuretik, amfetamin, dan antagonis reseptor beta-adrenergik) dan mereka yang menjalani latihan olahraga atau kerja yang berat (mis. atlet, pekerja konstruksi dan petani). Tanda dan gejala heatstroke termasuk gamang, konfusi, delirium, sangat haus, mual, kram otot, gangguan visual, dan bahkan inkontinensia. Tanda lain yang paling penting adalah kulit yang hangat dan kering.

Penderita heatstroke tidak berkeringat karena kehilangan elektrolit sangat berat dan malfungsi hipotalamus. Heatstroke dengan suhu yang lebih besar dari 40,5°C mengakibatkan kerusakan jaringan pada sel dari semua organ tubuh. Tanda vital menyatakan suhu tubuh kadang-kadang setinggi 45°C, takikardia dan hipotensi. Otak mungkin merupakan organ yang terlebih dahulu terkena karena sensitivitasnya terhadap keseimbangan elektrolit. Jika kondisi terus berlanjut, klien menjadi tidak sadar, pupil tidak reaktif. Terjai kerusakan neurologis yang permanen kecuali jika tindakan pendinginan segera dimulai.

Hipotermia

Pengeluaran panas akibat paparan terus-menerus terhadap dingin mempengaruhi kemampuan tubuh untuk memproduksi panas, mengakibatakan hipotermia.

Hipotermia diklasifikasikan  melalui pengukuran suhu inti:

  • Ringan: 33°-36°
  • Sedang: 30°-33°
  • Berat: 27°-30°
  • Sangat berat: <30°

Hipotermia aksidental biasanya terjadi secara berangsur dan tidak diketahui selama beberapa jam. Ketika suhu tubuh turun menjadi 35°C, klien mengalami gemetar yang tidak terkontrol, hilang ingatan, depresi, dan tidak mampu menilai. Jika suhu tubuh turun dibawah 34,4°c, frekuensi jantung, pernapasan, dan tekanan darah turun. Kulit menjadi sianotik. Jika hipotermia terus berlangsung, klien akan mengalami disritmia jantung, kehilangan kesadaran dan tidak responsif terhadap stimulus nyeri.

Dalam kasus hipotermia berat, klien dapat menunjukkan tanda klinis yang mirip dengan orang mati (misalnya tidak ada respons terhadap stimulus dan nadi serta pernapasan sangat lemah). Termometer dengan bacaan khusus rendah mungkin dibutuhkan karena termometer standar tidak ada angka di bawah 35°C. Radang beku (frosbite) terjadi bila tubuh terpapar pada suhu dibawah normal. Daerah yang terutama rentan terhadap radang dingin adalah lobus telinga, ujung hidung, jari, dan jari kaki. Daerah yang cedera berwarna putih berlilin, dan kers jika disentuh Klien hilang sensasi pada daerah yang terkena. Intervensi termasuk tindakan memanaskan secara bertahap, analgesik dan perlindungan area yang terkena.

 

Tinggalkan komentar